Kembali ...

 

Antara Hidayah Dan Ilmu

(Tajuk An-Naba 441)

 

Hidayah - Ilmu

 

Allah Ta'ala meninggikan derajat para ulama di atas yang lain, sebagaimana ucapan-Nya :

 

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

 

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.

 

Hal ini karena mereka tidaklah setara dengan yang lain dalam kedudukan dan manfaat, sebagaimana ayat-Nya :

 

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

 

Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?'

 

Maka ilmu adalah tanda perbedaan yang nyata di antara makhluk Allah Ta'ala.

 

Sebab, ilmu adalah sarana dari sarana petunjuk menuju jalan Allah yang lurus, dan pemiliknya memiliki kualifikasi untuk menjadi orang yang merenungkan dan takut kepada-Nya, karena ia mengetahui lebih banyak tentang ayat-ayat Allah daripada yang lain.

 

Dalam konteks ini, banyak ayat yang menyebut hal tersebut, seperti perkataan-Nya :

 

وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

 

Dan itulah perumpamaan-perumpamaan yang Kami buat untuk manusia. Tidaklah dapat memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu saja

 

Dan Dia Ta'ala juga berkata :

 

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ.

 

Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama

 

Dan ucapan-Nya:

 

بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ.

 

Sesungguhnya dia itu ayat-ayat yang jelas dan terdapat dalam dada-dada orang-orang yang diberi ilmu.

 

Bahkan Allah Ta'ala menyamakan kesaksian para ulama dengan kesaksian-Nya Sendiri dan kesaksian para malaikat, Dia Ta'ala berkata:

 

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

 

Allah bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Dia, demikian pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu, yang tetap berdiri dengan adil. Tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

Dan cukuplah hal itu sebagai suatu keutamaan dan kemuliaan.

 

Oleh karena itu, adalah wajar bahwa Islam mendorong pembelajaran ilmu yang bermanfaat dan menginginkannya, sebagaimana Allah Ta'ala memerintahkan Rasul-Nya ﷺ untuk berdoa meminta tambahan ilmu, dengan ayat-Nya :

 

وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا

 

Dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmuku.'

 

Dan kata-kata pertama yang diturunkan dari wahyu memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk membaca. Ucapan-Nya :

 

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

 

Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan

 

Oleh karena itu, dalam sunnah juga terdapat banyak hadits, mendorong mencari ilmu dan menjelaskan keutamaannya.

 

Bahkan Rasulullah ﷺ menggambarkan orang yang diberi pemahaman dalam agama sebagai orang yang Allah kehendaki kebaikan baginya, beliau ﷺ berkata :

 

مَن يُرِدِ الله به خَيْرًا يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ

 

Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memahamkan dia dalam agama. (Muttafaqun 'Alaih)

 

Namun, ilmu seperti nikmat-nikmat Allah yang lain, seperti harta, kekuasaan, dan seterusnya, bisa menjadi ujian bagi hamba dan menjadi hujatan baginya jika tidak membimbingnya kepada agama yang benar.

 

Masa lalu dan masa kini telah banyak diwarnai oleh para ulama dalam hukum-hukum ilahi, yang telah hafal banyak nash dan mengumpulkan berbagai ilmu serta seni yang tidak dikumpulkan oleh orang lain.

 

Namun mereka adalah penyembah thaghut, pengikut, dan sahabatnya !

 

Allah Ta'ala menyamakan orang-orang yang tidak bermanfaat ilmunya dengan seekor keledai pemikul buku-buku kesana kemari tanpa faedah bagi dirinya kecuali beratnya beban. 

 

Berkata Dia Yang Maha Tahu Lagi Maha Mengabarkan :

 

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَالله لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

 

Perumpamaan manusia yang diberi Taurat lalu tidak menerapkannya adalah seperti keledai yang memikul beban. Sungguh contoh yang buruk bagi kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tak akan pernah memberi petunjuk orang-orang yang zhalim.

 

Ibnu Katsir menjelaskan:

 

"Yaitu seperti keledai yang membawa buku-buku tanpa tahu isinya, dia membawanya secara lahiriah tapi tidak tahu apa yang ada di dalamnya, begitu juga mereka dalam membawa kitab yang telah diberikan pada mereka, mereka menghafal tapi tidak memahami dan tidak mengamalkan.

 

Bahkan mereka memutarbalik maknanya, mereka lebih buruk daripada keledai. Karena keledai tidak memiliki pemahaman, sedangkan mereka memiliki pemahaman. Tapi tidak menggunakan. Maka mereka lebih buruk daripada keledai. Keledai tidak memiliki pemahaman, sedangkan mereka memiliki pemahaman tapi tidak menggunakan."

 

Maka pada ayat lain Allah mengatakan :

 

أولئك كالأنعام بل هم أضل أولئك هم الغافلون

 

Mereka itu layaknya binatang ternak. Bahkan lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai. [Tafsir]

 

Maka keutamaan ilmu terkait dengan hidayah dan tidak dapat dipisahkan darinya.

 

Mungkin saja seorang Muslim buta huruf yang tidak bisa membaca dan menulis. Memperoleh hidayah dari ilmu yang mudah dan hatinya mengikuti arah yang benar, lalu bertindak sesuai dengan petunjuk.

 

Itu lebih dicintai oleh Allah daripada seorang 'syaikh' yang penuh penghargaan. Namun menyombongkan diri. Merasa besar dihadapan manusia dengan ilmunya. Yang hanya dijadikan senjata untuk mendukung hawa nafsunya sendiri atau memuja dirinya sendiri.

 

Atau bahkan, ia menggunakan ilmunya untuk mendukung para penguasa zalim yang melawan agama Allah dan menyebarkan kekafiran, kemaksiatan, dan kemungkaran di antara manusia.

 

Kamu akan menemukan 'ustadz' semacam itu, memutarbalik makna-makna nash untuk kepentingan sendiri, menaburkan keraguan di antara manusia, dan mengajak mereka untuk menjadi pasukannya yang setia, sehingga mengantarkan mereka ke kehancuran agama dan kehidupan akhirat mereka. 

 

Mereka inilah yang Rasulullah ﷺ berkata tentang mereka :

 

دُعَاة على أبواب جهنَّم مَن أجابَهُم إليها قذَفُوه فيها

 

Dai-dai penyeru manusia ke arah pintu-pintu neraka. Siapa yang memenuhi ajakan mereka, maka akan dilemparkan ke dalamnya. (HR. Al-Bukhari)

 

Salah satu contoh lenyapnya hidayah meski berilmu, baik itu ilmu agama maupun dunia, adalah ketika kamu melihat hari ini ada kampanye ‘gelar tinggi’ di bidang-bidang khusus.

 

Tetapi orang-orang itu menyembah berhala, kuburan, batu-batu, sapi-sapi, dan keajaiban ciptaan Allah lainnya !

 

Ilmu yang telah mereka korbankan seumur hidupnya untuk meraihnya, seharusnya menjadi hujah bagi mereka. Tapi mereka tak gunakan ilmu itu untuk mengenal kebenaran.

 

Allah Ta'ala berkata :

 

وَمَن يُضْلِلِ الله فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

 

Dan siapa yang Allah sesatkan dia, maka tidak ada pemberi petunjuk baginya.

 

Setan yang terkutuk seringkali menyesatkan sebagian manusia. Sehingga ilmu bagi mereka menjadi tujuan yang absolut, bukan sarana.

 

Mereka sibuk mencari ilmu dan lupa amalannya. Lalai akan fardhu yang diperintahkan Allah.

 

Ibnu Qayyim -rahimahullah- sangat baik dalam menjelaskan tipu daya setan dalam hal ini, dia mengatakan, yang artinya :

".. ia sibuk mencari ilmu yang hukumnya fardhu kifayah, melupakan jihad yang fardhu 'ain. Dihiasi alasan jihad da'wah. Sementara pintu jihad dengan pedang terbuka lebar untuknya".

 

Tujuannya mencari ilmu telah menyimpang dari ibadah kepada Allah dan membela agama-Nya.

 

Sebaliknya membuat ilmu itu menjadi sarana ibadah kepada thaghut dan membela agama penguasa !

 

Renungkanlah para ulama Yahudi yang ditanya oleh kaum Quraisy:

 

"Lebih baik mana agama Muhammad (ﷺ) atau agama kami?"

 

Perhatikan bagaimana mereka gunakan ilmunya untuk berdusta kepada Allah dan menghalangi orang dari jalan-Nya.

 

Mereka berkata seperti yang Allah Ta'ala kisahkan tentang mereka :

 

وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا

 

Dan mereka berkata kepada orang-orang kafir: 'Mereka lebih mendapat petunjuk daripada orang-orang yang beriman.'

 

Padahal mereka tahu dengan pasti bahwa Muhammad (ﷺ) adalah Rasul Allah yang diutus dengan bukti nyata.

 

Tapi ilmu yang tak bermanfaat bagi hati, tidak merendahkan diri, tidak akan menyelamatkan pemiliknya. 

 

Oleh karena itu, Sufyan bin 'Uyainah menyerupakan ulama yang tidak mengamalkan ilmunya dengan pendeta Yahudi saat berkata : 

 

Barangsiapa di antara ulama kami yang rusak, maka dalam dirinya terdapat kesamaan dengan pendeta Yahudi. Ilmu yang sesuai dengan al-haq, jika tidak sesuai dengan hati yang dipenuhi dengan iman, tak akan menyelamatkan pemiliknya

 

Renungkanlah ucapan Allah Ta'ala tentang ayat Al-Qur'an :

 

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى

 

Katakanlah, 'Ini adalah petunjuk dan obat bagi orang-orang yang beriman. Adapun orang-orang yang tidak beriman di dalam telinga mereka ada tutupan sehingga tuli.'

 

Jadi ayat-ayat Al-Qur`an itu adalah obat bagi mereka yang Allah kehendaki kebaikan baginya. Dan kebutaan bagi orang yang Allah tidak menghendaki baginya kebaikan.

 

Mengumpulkan berbagai ilmu syar'i untuk dipamerkan dan bermegahan, tanpa amal serta aplikasinya dalam kehidupan, akan menimbulkan jurang besar antara ilmu dan pemiliknya.

 

Dengan demikian, orang tersebut termasuk orang yang banyak mendapat hujjah dari Allah.

 

Karena ilmu bisa menjadi hujjah menguntungkan atau menjadi hujjah yang menjerumuskan pemiliknya. Tergantung amal perbuatan hamba dan manfaat yang ia dapatkan darinya.

 

Kita memohon kepada Allah agar Dia mengajari kita apa yang bermanfaat bagi kita dan memberikan manfaat dari apa yang Dia ajarkan kepada kita.

 

Alhamdulillah Rabbul 'Aalamiin.

 

 

Flag Counter