Terjemah

 TAJUK An Naba` 388

Ucapan dan Standarnya

Allah Ta'ala menyuruh hamba-hamba-Nya agar mengucapkan kata-kata yang jelas dan benar, maka berkata :

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدً

"Hai orang-orang yang telah beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar."

Maksudnya, perkataan yang benar, tepat, lurus, tanpa kebengkokan atau kesalahan. 

Setiap pembicara memiliki standar. Berbedanya kata dan tindakan dari ucapan merupakan penyimpangan dari standar tersebut.

Ucapan yang kokoh lagi jelas selalu menjadi ciri khas ahlul haq di dunia maupun akhirat, sebagaimana kata Allah Ta'ala: 

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ

"Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh di kehidupan dunia dan di akhirat." 

Sedangkan ucapan yang samar dan rancu merupakan ciri khas orang-orang yang sesat dan munafik, ditandai dengan nada bicara mereka dan kekeliruan lidah mereka, sebagaimana diberitakan oleh Allah Ta'ala:

وَلَوْ نَشَاءُ لَأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ

 "Dan jika Kami menghendaki, tentulah Kami memperlihatkan mereka kepadamu sehingga engkau dapat mengenal mereka dengan segera dari tutur kata mereka. Dan Allah mengetahui segala perbuatanmu."

Inilah keadaan Bani Israil dengan para nabi mereka, seperti yang dituturkan imam At-Tabari dalam sanadnya dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah Ta'ala: 

ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا

"Masuklah pintu itu dengan bersujud."

Dia (Ibnu Abbas) berkata: Ruku' dari pintu kecil. Maka mereka (Bani Israil) mulai memasuki pintu tersebut dari bawah dan berkata: " حنطة! (gandum!)".

Maka itulah maksud ayat :

فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ

"Lalu orang-orang yang zhalim itu mengubah ucapan menyelisihi yang diperintahkan kepada mereka." 

Demikianlah, kaum Yahudi mengikuti teladan itu dari generasi ke generasi, bahkan saat bersama Rasulullah ﷺ mereka bermain-main dalam berbicara hingga beberapa istilah mereka -tanpa disadari- menyebar ke kalangan Muslim, kemudian perintah datang kepada kaum mu'minin untuk menghindari istilah-istilah tersebut dan diberi peringatan oleh Allah Ta'ala dalam ayat :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengatakan: "Ra'ina" (yang artinya: Dengarkanlah kami), tetapi katakanlah: "Unzhurna" (yang artinya: Perhatikanlah kami), dan dengarlah (perintah Allah)."

Al-Baghawi berkata: "Kata unzhurna ini merupakan hal yang buruk dalam bahasa Yahudi."

Ibn Katsir berkata: "Allah Ta'ala melarang orang-orang beriman menyerupai orang kafir dalam perkataan dan perbuatan mereka. Dan itu karena orang Yahudi memilih ucapan itu untuk maksud menghina -la'nat Allah atas mereka.

Ketika mereka mengatakan "dengarkan kami" mereka mengatakan "ra'ina", yang berarti domba betina. Mereka bermain-main dengan kata-kata! "

Dan dalam hadis Nabi ﷺ, yang artinya : "Janganlah kamu mengatakan 'karam', tetapi katakanlah 'hubla' (yang berarti anggur)" [Muslim]

Juga dalam hadis lain: "Dan janganlah ada di antara kalian mengatakan 'abdi' (hamba ku), 'umati' (ummatku), melainkan katakanlah 'fatayi' (anak laki-lakiku), 'fatati' (anak perempuanku), dan 'ghulami' (budakku)" [Al-Bukhari] dan hal-hal serupa dengan itu.

Demikianlah Islam sangat akurat dan tegas dalam pemilihan istilah, menjelaskan maknanya dengan jelas dan tidak mengizinkan manipulasi -meskipun tanpa disengaja.

Setiap kata harus berada di tempatnya. Yang telah ditetapkan oleh Islam, sesuai dengan standar Al-Quran dan As-Sunnah.

Tidak terbatas pada kata-kata yang digunakan oleh orang Yahudi dan Munafik.

Tetapi melampaui itu untuk memperbaiki konsep secara keseluruhan sesuai dengan standar Islam.

Juga memperkuat kata-kata dengan makna yang benar dan sesuai. Berbeda dengan yang mungkin terlintas dalam pikiran atau yang terkenal. Semisal dalam ucapan Allah Ta'ala: 

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

"Dan janganlah kamu membuang dirimu ke dalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri."

Yang diturunkan kepada orang yang enggan berjihad karena ingin memperbaiki harta mereka dan mencari nafkah, maka Allah menyebutnya sebagai kebinasaan meskipun jelas-jelas mereka masih hidup. 

Seiring dengan itu, Allah Ta'ala menyebutkan syuhada sebagai orang yang hidup meskipun jelas-jelas mereka telah mati dan binasa, Allah berkata :

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

"Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi Tuhan mereka, dengan mendapat rezeki."

Demikianlah Allah menetapkan siapa yang termasuk orang-orang yang merugi, meskipun mereka memiliki semua harta benda dan kenikmatan hidup di dunia.

Allah berfirman dalam surat Al-Isra ayat 15 : 

قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

"Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat, mereka itulah orang-orang yang benar-benar merugi". 

Sementara itu, Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 29, yang artinya

 "Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (setan) agar tidak menyembahnya dan kembali (kepada Allah), baginya adalah khabar gembira".

Meskipun mereka termasuk orang yang paling lemah, miskin dan jauh dari keuntungan dunia, Allah memberi mereka kabar gembira atas kemenangan besar meskipun mereka mati sehari setelah orang tua mereka.

Banyak contoh dari sunnah menunjukkan juga pentingnya bahasa dan definisinya dalam menentukan jalan hidup.

Seperti, pertanyaan Nabi ﷺ kepada para sahabat dalam hadits yang terkenal, "Tahukah kalian siapa orang yang fakir?" menunjukkan perbedaan pengertian antara definisi sahabat dan definisi Nabi ﷺ.

Ada banyak contoh lain dan bukti yang menunjukkan ketergantungan bahasa dan pentingnya memahaminya.

Oleh karena itu, Daulah Islam tidak pernah mengambil risiko dengan mereka yang mencoba memutarbalikkan beberapa kata atau istilah dan menggunakan sinonim yang jauh atau dekat dengan definisi aslinya.

Daulah Islam memberitahukan tentang nasib mereka dan kemana mereka akan dibawa, seperti orang-orang yang mengganti jihad dengan muqawamah (resistensi), lihat di barisan mana mereka berada saat ini!

Atau mereka yang membagi jihad berdasarkan nama negara dan batas wilayah, maka mereka diingatkan bahwa itu termasuk pengakuan terhadap "perjanjian dan hukum internasional" kafir, yang mungkin mereka ikuti baik itu secara langsung atau tidak langsung.

Atau mereka yang menghilangkan terminologi dan deskripsi syariah dan memperkenalkan frasa yang berbeda, seperti "tentara aliansi amerika dan Zionis" menggantikan kenyataan "murtad". Maka kita melihat mereka memaafkan tentara thoghut! Lalu membedakan tentara biasa dari perwira! Lanjut, mereka membedakan antara perwira dan "jenderal senior!"

Mereka terjebak dalam kompromi dan terlihat sejak awal dalam bahasa dan pidato mereka. Maka tidak ada selain perbedaan yang jelas dan manhaj yang berbeda di mana Daulah Islam menegakkan standarnya.

Di antara mereka ada juga kelompok yang menyatakan istilah syariat, namun tidak menerjemahkannya menjadi tindakan di lapangan. Seperti partai-partai bervisi jihad sejak awal atau punya misi khilafah sejak dulu. Namun mereka tidak memiliki hal baru kecuali jumlah majalah bulanan dan pernyataan pekanan. Mereka hanya memanfaatkan ghirah dan menyesatkan para pemuda. Daulah Islam berdiri tegak untuk mengekspos mereka, menyelamatkan pemuda Muslim dari kegelapan dan kesesatan mereka.

Bergabung dengan kelompok ini adalah sejumlah orang yang mengaku "independen" dari kalangan para ahli. Suara dan penampilan mereka memenuhi situs dan saluran media. Mereka diberi kesempatan yang luas. Sehingga dapat berbicara tentang topik-topik yang membanjiri darah para mujahidin dan memuaskan hati orang kafir. Lalu dengan santai mereka mengeluarkan pandangan dan ide-ide yang menghasut, menarik minat dan perhatian para pemuda muslim. 

Setelah berhasil mempengaruhi mereka, lalu menyebarkan racun dan kesesatan. Beberapa di antara mereka mencabut apa yang sebelumnya telah mereka katakan. Beberapa lainnya memperdebatkan hal-hal yang sama dan mempertentangkan hal-hal yang berbeda, atau memperbolehkan beberapa hal dan mengharamkan beberapa hal lainnya.

Beberapa dari mereka mengecualikan para thoghut dan konstitusi negara mereka atau negara yang mereka dukung. Mereka menyesatkan generasi muslim.

Dan setiap kali Daulah Islam mengungkapkan keadaan dan kesesatannya, mereka menekankan kepada para pemuda yang bergabung dengan mereka. Untuk hanya menerima apa yang mereka yakini dan hanya minum dari apa yang mereka ketahui.

Oleh karena itu, para pemuda muslim harus waspada terhadap hal ini. Harus cerdas dan sadar dari siapa mereka mengambil agama mereka dan siapa yang mereka dengarkan. 

Jangan hanya terjebak oleh kata-kata tanpa tindakan nyata. Jangan tertipu oleh orang-orang yang takut kepada manusia. Takutlah kepada Allah ! Jangan malu dengan agamanya sendiri sehingga mengubah apa yang telah dikatakan kepada mereka. Yang bertentangan dengan standar, terminologi, dan frasa yang terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

Meskipun fakta-fakta ini terulang terus-menerus, Daulah Islam dan medianya yang diberkahi tak pernah lelah dalam perjuangan dakwah. Baik dalam perjuangan senjata maupun dakwah lisan, membawa pesan syariah yang bersinar dengan prinsip : Kitab petunjuk dan pedang penolong. Menolak dan menentang segala sesuatu selain dari prinsip itu. Alhamdulillah, Rabb semesta alam.

 

°•°•°《□》°•°•°

Sumber :

page3881

 

page3882

 

page3883

page3884

 page3885

 page3886

 page3887

 page3888